Tempat-tempat bersejarah di Indonesia sangat khas dengan bangunan-bangunan tinggi khas Eropa. Tidak heran, negeri ini pernah dijajah selama 350 tahun oleh Belanda, belum lagi oleh negara Eropa lainnya seperti Portugis yang juga pernah menancapkan kekuasaannya di tanah Indonesia demi membawa pulang rempah-rempah Indonesia yang pada saat itu sangat mahal di pasar Eropa. Sayangnya Indonesia sendiri pada saat itu tidak punya akses untuk memasarkan rempahnya ke pasar Eropa, sehingga para penjajah Eropa-lah yang merampas kekayaan itu dari Indonesia dan menjualnya di pasar Eropa. Bekas penjajahan bangsa Eropa terhadap bangsa Indonesia itu tertinggal dari bangunan-bangunannya yang masih kokoh sampai saat ini, temboknya tebal dan tinggi, dilengkapi tiang-tiang bulat besar.
Salah satu tempat dimana anda bisa menemukan sisa-sisa penjajahan bangsa Eropa di Indonesia adalah di Banda Neira. Pulau kecil di tengah lautan Banda ini menyimpan banyak sisa sejarah penjajahan bangsa Eropa di Indonesia. Bahkan sebelum Belanda menancapkan kekuasaannya di Batavia atau Jakarta, Belanda telah lebih dulu menancapkan kekuasaannya di Banda Neira karena kekayaan pala-nya yang pada saat itu merupakan rempah termahal di pasar Eropa. Hal ini terbukti dari adanya Istana Mini yang pernah ditinggali gubernur jenderal pertama di Indonesia, yaitu Joen Pieterszoen Coen, yang konon dibangun oleh Belanda satu tahun sebelum dibangunnya Istana Merdeka atau Gedung Putih di Bogor.
Istana ini disebut Istana Mini karena ukurannya yang terhitung kecil untuk sebuah istana. Selain Istana Mini, bukti lain berharganya kekayaan Indonesia di mata bangsa Eropa adalah Monumen Parigi Rante. Monumen ini memperingati peristiwa dibantainya para saudagar kaya di Banda Naira. Kekayaan rempah pala mereka dirampas dan mereka dibantai dihadapan anak dan istri mereka. Beberapa orang yang tersisa dibawa ke pulau Jawa untuk dijadikan budak. Beberapa sisa sejarah lainnya juga diabadikan di Rumah Budaya. Didalam bangunan ini disimpan semua peralatan rumah tangga yang dulu digunakan oleh para tentara VOC di Banda Neira. Saat memasuki Rumah Budaya anda akan benar-benar merasa berada di masa lalu karena barang-barangnya yang masih asli. Selain itu juga ada beberapa lukisan yang menggambarkan masa lalu, termasuk peristiwa pembantaian saudagar-saudagat Banda Neira.
Anda juga bisa menapaki jejak diasingkannya Bung Hatta, Sutan Syahrir dan Dr. Cipto Mangunkusumo yang pernah diasingkan ke Banda Neira. Ada rumah peninggalan mereka bertiga masing-masing di pulau ini, ada juga tempat bekas Bung Hatta mengajar anak-anak Banda Neira di masa lalu. Bahkan nama Sutan Syahrir dan Bung Hatta dijadikan nama salah satu pulau di kepulauan Banda Neira. Pulau Sutan Syahrir memiliki spot diving dan snorkeling terbaik di lautan Banda.
Peninggalan sejarah lainnya di Banda Neira adalah benteng-benteng yang dulu dijadikan pertahanan bangsa Eropa di Indonesia. Salah satunya adalah benteng Belgica yang dibangun oleh Portugis sebelum digunakan oleh Belanda. Oleh Portugis, benteng ini digunkan untuk memantau kedatangan musuh. Saat pasukan VOC datang dan menguasai Banda Neira menggantikan portugis, benteng ini diperbarui dan digunakan untuk memantau lalu lintas kapal dagang di perairan Banda Neira. Benteng ini bertembok raksasa dengan menara di setiap sudutnya dan memiliki pemandangan yang sangat menawan ke arah gunung dan lautan. Selain itu, ada juga benteng-benteng lainyang dibangun Belanda untuk pertahanan lseperti Benteng Nassau, Benteng Revengie, Benteng Hollandia dan Benteng Concordia.